Jan Reerink, Pengebor Minyak Pertama Indonesia di Majalengka

Jan Reerink, Pengebor Minyak Pertama Indonesia di Majalengka

DUA tahun lalu, 22 April, Komunitas Grup Madjalengka Baheula (Grumala) menancapkan monumen di lokasi pengeboran minyak pertama di Indonesia di eks-Sumur Tjibodas Tangat-1 Blok Sukamurni Desa Maja Selatan, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka. Monumen tersebut menandai 140 tahun pengeboran minyak bumi di Indonesia oleh Jan Reerink tahun 1871. Siapa Jan Reerink? Ia adalah seorang anak ketiga pemilik toko grosir dan penggilingan beras H.J. Reerink & Zonen di Indonesia pada paruh kedua abad ke-19. Reerink ditugaskan ayahnya menjaga sebuah toko grosir di Cirebon, namanya Toko Contant. Setelah bisnisnya berkembang pesat, pada 1867, Jan meminta saudaranya Johannes untuk bergabung mendirikan toko “Gebroeders Reerink”. Pada 1870, Jan mendengar kabar bahwa ada rembesan minyak keluar dari lereng barat Gunung Ciremai di kawasan Desa Cibodas,, Majalengka. Saat itu pun, ia menyadari bahwa bisnis minyak sedang semarak. Sebagai seorang dari keluarga pedagang, Jan Reerink tak menemui kesulitan dalam melobi Nederlandsche Handel Maatschappij. Nederlandsche Handel-Maatschappij atau Factorji Batavia  merupakan perusahaan dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan. Perusahaan tersebut adalah perusahaan besar yang mendukung perekonomian di Hindia Belanda. Setelah sokongan diperoleh, Reerink pergi ke Amerika Serikat dan Kanada mengumpulkan peralatan bor dan tenaga kerjanya. Dalam buku setebal 188 halaman karya Poley “Appendix 1. Jan Reerink, Personal Memories” diungkapkan ringkasan upaya pengeboran yang dilakukan Jan.  Ringkasan tersebut berasal dari surat istri Jan Reerink yang dikirimkan ke “Royal Dutch/Shell” pada 19 Januari 1925, berjudul, SOME INFORMATION REGARDING THE EXPLOITATION OF OlL NEAR MADJA, AT THE TnBODAS RIVER (DEP ARTMENT OF CHERIBON) CARRIED OUT BY JAN REERINK BETWEEN 1870 AND 1874. Baca: APPENDIX 1. JAN REERINK, PERSONAL MEMORIES Menurut pengakuan Jan , “Pada 1860, saat berumur 24 tahun, saya pergi ke Hindia Belanda dengan menumpang kapal laut. Saya mendapatkan pekerjaan di pabrik penggilingan padi. Usaha ini tidak asing bagi saya, karena terbiasa membantu ayah saya. Setelah beberapa tahun antara untung-rugi –seraya mengikuti saran seorang kawan yang saya jumpai di kapal –saya tinggal di Cirebon dan mulai membuka toko.” Setelah sepuluh tahun di Cirebon, lanjut Jan \"Rembesan minyak di sekitar Maja menyebabkan saya menduga bahwa bisa jadi pertanda adanya minyak. Saya menghubungi NHM dan menyatakan dugaan saya. Setelah beberapa kali berbincang dan menyelidiki, NHM mau bekerja sama. Saya berangkat ke Belanda untuk negosiasi lebih lanjut. Hasilnya, saya menuju Lemberg dan Cracow di Galicia untuk mengunjungi perusahaan minyak, dan menimba pengalaman.” Setelah itu, “Untuk maksud yang sama, saya pergi ke AS dan Kanada. Juga untuk mencari tenaga-tenaga yang berpengalaman dan mengajaknya ke Hindia Belanda. Selain itu, dari sana, saya membawa peralatan dan mesin pertambangan. Memang susah supaya mereka tetap bersatu selama di perjalanan, sehingga seorang pekerja ada yang kabur dan pulang lagi.

i

Masih dalam ringkasan tersebut, \"Setelah datang ke Majalengka,  pada kedalaman sekitar 700 kaki kami mendapati minyak mentah yang sangat bagus mutunya, tapi sedikit jumlahnya. Setelah itu mata bor menumbuk formasi batuan keras, yang ada di luar kemampuan peralatan kami. Pengujian lebih lanjutnya pun menunjukkan hasil yang sama: kualitasnya bagus tapi jumlahnya sedikit, terlalu kecil untuk eksploitasi menguntungkan.” Sumber lain History of the Royal Dutch, Volume I yang diterbitkan pada 1953, oleh Royal Dutch Petroleum Company juga mengungkapkan, bulan Desember 1871, Jan mulai mengebor di Cibodas. Sumurnya diberi nama Maja-1 atau Cibodas Tangat-1. Untuk itu dia menggunakan alat-alat bor model Pennsylvania. Tenaga pekerjanya berasal dari penggilingan kerbau (buffalo mill). Pengeboran terhenti pada kedalaman 125 kaki, karena peralatannya kurang memadai. Lalu tiga sumur lagi digali di Cibodas, yang dalam dua kali penggaliannya diperoleh minyak dengan kualitas prima, meski sedikit bila dijual. Karena dipantik secercah harapan itu, Jan Reerink berangkat lagi ke AS pada 1873 untuk membeli mesin pengeboran uap buatan Kanada. Setelah kembali, pengeborannya dimulai lagi pada 25 Juli 1874. Namun, dua sumur di Cibodas, serta sumur di Paniis, Maja dan Cipinang, semuanya di Majalengka, semuanya gagal. Sumur lain di Palimanan bukan menghasilkan minyak, melainkan air panas yang menyembur setinggi 40 kaki. Meski mesin baru sudah dipakai, tapi nampaknya tidak cocok untuk lingkungan Pulau Jawa. \"\" Sampai tahun 1876, Reerink terus berusaha mengebor di wilayah ini.  Nederlandsche Handel Maatschappij (terakhir kemudian menjadi Royal Dutch Shell) telah mengeluarkan 225.000 gulden dan Reerink sendiri mempertaruhkan uang pribadinya sebanyak 100.000 gulden. Sebenarnya Reerink masih ingin berusaha setelah sebanyak 19 sumur eksplorasi dibornya di lereng Ciremai, tetapi perusahaan dagang Belanda itu tak mau lagi menyokong dananya. 31 Juli 1876, Reerink kembali ke tokonya dan mengubur mimpinya menemukan dan menjadi saudagar minyak. Meskipun demikian, Jan Reerink patut dikenang sebagai pengebor pertama di Indonesia yang serius mencari minyak. Reerink hidup sampai tahun 1923. (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: